-->

SURAT UNTUK PRESIDEN,MENTERI,GEBENUR ,PARA BUPATI DAN PARA PEMIMPIN YANG LAIN

Ketika malam kian merayap. Bumi pun diliputi gulita. Di saat itulah, Khalifah Umar bin Khatthab biasa melakukan inspeksi bersama Aslam, pembantunya. Hampir setiap malam Khalifah Umar melakukannya. Ia berkeliling, blusukan ke kampung-kampung, melewati gurun yang sepi, untuk melihat dengan mata kepala sendiri keadaan rakyat yang dipimpinnya.
Malam itu Khalifah Umar bin Khattab melakukan inspeksi seperti biasa bersama Aslam. Tujuannya kali ini menuju Dusun Waqim. Saat sampai di Shirar, dari sebuah jarak, keduanya melihat ada nyala api.
“Wahai Aslam, sepertinya ada musafir yang kemalaman,” kata Umar.
Umar lalu mengajak Aslam menuju ke sumber api tersebut. Ternyata, di dekat nyala api itu terdapat sebuah tenda. Di dalamnya ada seorang perempuan bersama anak-anaknya yang sedang menangis. Tak jauh dari mereka ada periuk di atas api.
“Assalamu alaikum,” sapa Umar.
Wa alaikum salam,” jawab perempuan itu.
“Bolehkah kami tahu, siapakah kalian dan gerangan apakah yang terjadi?” tanya Umar.
“Kami kemalaman dalam sebuah perjalanan, sekarang kami kedinginan,” jawab perempuan itu.
“Lalu kenapa anak-anak itu menangis?” tanya Umar.
“Mereka tengah kelaparan,” jawabnya.
“Apa yang engkau masak dalam periuk di atas api itu?” tanya Umar lagi.
“Air agar aku dapat menenangkan mereka hingga tertidur. Dan Allah kelak yang akan jadi hakim antara kami dengan Umar. Seorang khalifah harus tahu keadaan rakyat yang dipimpinnya,” jawab perempuan itu dengan nada geram.
Perkataan perempuan itu sungguh menghujam hati Umar. Seketika Umar menangis. Ia tak bisa membendung air matanya. Umar pun lalu bergegas pulang. Ia segera menuju ke gudang tempat penyimpanan gandum. Dengan tergesa, ia mengeluarkan sekarung gandum dan satu ember daging. Umar kemudian memanggul sendiri gandum itu.
Tak tega melihat Umar memanggul gandum, Aslam menawarkan diri untuk memanggul sekarung gandum itu. “Biarkan aku saja yang membawa gandum itu, wahai Amirul Mukminin,” pinta Aslam. Apa jawab Umar?
“Apakah engkau mau memikul dosa-dosaku kelak di hari kiamat?” kata Umar.
Aslam lalu mendampingi Umar yang sedang memanggul sekarung gandum dan membawa seember daging menuju ke tempat perempuan tadi. Setibanya di tempat yang dituju, Umar segera meletakkan barang bawaannya. Dengan cekatan, Umar memasak makanan. Tak lama kemudian, masakan buatan Umar pun jadi. Umar menghidangkan makanan itu kepada perempuan dan anak-anak malang itu.
“Makanlah!” kata Umar.
Perempuan dan anak-anak itu pun terlihat menikmati makanan yang dihidangkan Umar. Mereka makan dengan lahap sampai kenyang. Melihat kebaikan budi Umar, perempuan itu pun mengucapkan terima kasih dan mendoakan agar Allah memberi ganjaran setimpal kepadanya. Perempuan itu tidak mengetahui, jika lelaki yang di depannya itu, yang bersusah payah menolongnya, adalah Amirul Mukminin Umar bin Khatthab, sang Khalifah.
Setelah anak-anak tertidur pulas, Umar pun bergegas meninggalkan tempat itu. Tak lupa sebelumnya sempat memberikan nafkah kepada mereka.
Itulah sepenggal kisah Umar bin Khatthab, khalifah rasyidah kedua. Kisah di atas menggambarkan bahwasannya Umar adalah profil pemimpin yang sangat peduli terhadap rakyat yang dipimpinnya. Karena itu, meski seorang khalifah, seorang kepala negara yang wilayah kekuasannya meliputi seluruh Semenanjung Arabia, Mesir, Iraq, Suriah, dan sebagainya, hidupnya jauh dari gelimang kemewahan dan harta dunia.
Tempat tinggalnya sederhana, sesederhana baju yang dikenakannya. Kesederhaaan itu ia tularkan kepada para bawahannya. Saat Umar sedang berada di padang Arafah, ia pernah berjalan dan memberi peringatan kepada para gubernurnya yang senang dengan kemewahan dengan berkata, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak mengutus kalian untuk mencambuk kulit dan tubuh manusia, tetapi aku mengutus kalian sebagai rahmat bagi mereka semuanya.”
Umar juga sosok pemimpin yang tegas. Penegak keadilan sejati. Ia menertibkan dan menutup celah korupsi di jajaran birokrasinya dengan sangat ketat. Sejumlah literatur menyebutkan, Umar sering melakukan inspeksi mendadak dan rahasia untuk melihat sepak terjang para jajaran birokrasinya. Bila ada tindak korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, Umar segera bertindak tegas.
Di bidang hukum, Umar juga menegakkan keadilan kepada siapa pun tanpa pandang bulu. Bahkan sejarah mencatat, Umar pernah marah kepada Gubernur Amr bin Ash yang telah menggusur rumah seorang Yahudi tua. Meski rumah itu digusur untuk dijadikan masjid, tapi tindakan kesewenang-wenangan bukanlah sifat seorang pemimpin sejati. Umar mengancam Amr bin Ash dengan sepotong tulang belikat unta yang telah digores garis lurus dengan ujung pedang. Dengan sepotong tulang itulah Amr bin Ash sadar atas kesewenang-wenangannya yang dilakukannya
Amr bin Ash paham dengan ancaman Umar. Ketika ditanyakan kepadanya apa arti tulang belikat berbau busuk itu? Ia pun menjawab, “Tulang itu berisi ancaman Khalifah: ‘Wahai Amr bin Ash, ingatlah kamu. Siapapun engkau sekarang, betapapun tingginya pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti akan berubah menjadi tulang yang busuk. Karena itu, bertindak adillah kamu seperti huruf alif yang lurus, adil di atas dan di bawah, Sebab, jika engkau tidak bertindak lurus, kupalang di tengah-tengahmu, kutebas batang lehermu’.”
Yahudi tua yang mengetahui sikap bijak dan keadilan Umar bin Khattab itu pun akhirnya justru terharu. Bahkan kemudian dengan sukarela mewakafkan tanah yang dimilikinya untuk dijadikan masjid. Tidak hanya itu, Yahudi tua itu juga masuk Islam.
Begitulah sosok pemimpin yang sejati. Ia hidup sederhana. Peduli dan berjuang sungguh-sungguh untuk kemakmuran rakyatnya. Tegas menegakkan keadilan, tanpa pandang bulu kepada siapa pun. Karena hidupnya diwakafkan untuk kepentingan rakyat yang dipimpinnya. Sosok pemimpin seperti itulah yang sedang kita rindukan kini.*

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "SURAT UNTUK PRESIDEN,MENTERI,GEBENUR ,PARA BUPATI DAN PARA PEMIMPIN YANG LAIN"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel