-->

KABINET KERJA , POROS MARITIM BELUM NAMPAK

KABINET KERJA POROS MARITIM BELUM NAMPAK Beberapa tahun lagi  sudah kabinet pemerintahan jokowi berkuasa akan berakhir. Dengan nama kabinet kerja dan berkeinginan menjadikan indonesia sebagai poros maritim belum kelihatan tanda2 ke arah poros maritim. Ide poros maritim adalah langkah yang sangat bagus dan perlu untuk kita dukung dalam mewujudkannya. Tetapi jangankan memulai membangun, konsep nya saja belum jelas.

Dalam mewujudkan program tetsebut kita harus fokus tetapi kendala2 masih ada. Dan tugas dari seorang jokowi harus dijalankan seperti apa yang telah dijanjikan didalam kampanye.

Gagasan Poros Maritim Dunia yang dilontarkan oleh Presiden Jokowi sudah berjalan selama tiga tahun. Namun sayangnya tingkat keberhasilan yang dicapai kabinet kerja untuk dapat mewujudkan visi besar tersebut masih jauh panggang dari pada api.

Parameter yang terukur untuk dapat menentukan keberhasilan pun masih belum jelas. Mengingat masa kerja Presiden Jokowi hanya tinggal kurang dari 2 tahun lagi dengan tahun efektif hanya 1 tahun karena 2019 sudah memasuki tahun politik pergantian kepemimpinan.

KABINET KERJA , POROS MARITIM BELUM NAMPAK

Melihat dari beberapa faktor dan elemen terwujudnya Poros Maritim Dunia, Dan tanda tanda akan kebangkitan maritim masih belum nampak. Kebijakan dan jargon poros maritim masih tinggal angan bukanya poros maritim tetapi jalan tol dan jalan tol.

Assosiasi Pemuda Maritim Indonesia (APMI) menilai pemerintah sudah terlambat untuk segera menetapkan poin-poin yang sangat penting.

“Meskipun terlambat namun tidak ada salahnya untuk segera mengambil tindakan taktis agar pada saat pertangung jawaban parameter terwujudnya poros maritim Indonesia bisa menjadi pertimbangan dapat dilanjut atau tidak visi tersebut,” kata Sekjen APMI, Ahlan Zulfakhri di Jakarta (30/10).

Lanjutnya, jika kita mengambil secara keseluruhan Poros Maritim Dunia, maka memiliki titik tekan untuk dapat mensejahterakan rakyat. Dari sini kita dapat mendifrensiasikan bahwa ada beberapa parameter program kerja yang perlu diperhatikan pertama adalah terwujudnya Tol Laut dengan efektif.

“Tol Laut adalah gagasan utama untuk dapat menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Parameter capaian yang ingin dihasilkan dari program tersebut adalah terciptanya kesetaraan harga yang mengakibatkan disparitas harga wilayah timur dan barat tidak terlalu tinggi,” ujarnya.

Dalam proses berjalannya program Tol Laut ini menurut Ahlan, pemerintah harus mengedepankan infrastruktur dengan optimal. Namun sayangnya berjalannya pembangunan infrastruktur baik itu jalan, pelabuhan, maupun kapal harus dapat diimbangi dengan perencanaan yang matang agar parameter pendukung juga tidak dikesampingkan.

Adapun hal tersebut mencangkup pemanfaatan potensi lokal yang ada di sebuah daerah dan sistem cluster untuk pemanfaatan komoditi unggulan di sebuah daerah.

Konsep pembangunan Tol Laut tentunya tidak dapat dipisahkan dari industri pelayaran yang ada di Indonesia. Hal tersebut tentunya menjadi salah satu komponen penting mengingat bahwa industri pelayaran merupakan tulang punggung dari implementasi Tol Laut dalam mendukung visi besar Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Dalam hal ini perusahaan pelayaran swasta dan perusahaan pelayaran BUMN perlu diletakan pada posisinya masing-masing. Selain itu ada pelayaran budaya yang sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia yakni pelayaran rakyat.

Sambung Ahlan, tentunya seluruh komponen yang masuk dalam industri pelayaran itu perlu terintegrasi agar tidak terjadi tumpang tindih. “Hal ini perlu diperhatikan agar industri pelayaran ke depan dapat menjadi bagian yang terintegrasi dengan baik,” tambah lulusa Perkapalan Undip itu.

Peningkatan Industri Jasa Maritim

Selanjutnya dalam bidang industri jasa maritim pemerintah tidak dapat mengesampingkan hal ini. Industri jasa maritim merupakan elemen utama untuk dapat mendukung terwujudnya Tol Laut dalam visi besar Poros Maritim Dunia.

Hal itu tentunya dibagi dari beberapa segmentasi pertama adalah peran BUMN dan peran swasta. Ahlan menjelaskan jika melihat industri jasa maritim saat ini pemerintah perlu dengan segera melakukan klasifikasi mulai dari galangan kapal, klasifikasi, industri komponen, dan industri pendukung. Klasifikasi tersebut diperlukan agar pemerintah dapat melakukan pemerataan pembangunan kemaritiman yang substantif.

“Artinya ke depan pemerintah perlu menempatkan posisi masing-masing elemen untuk dapat bekerja dengan tugas dan tupoksinya masing-masing tanpa ada tumpang tindih kepentingan baik bisnis maupun politik. Salah satu yang cukup penting untuk diangkat adalah menempatkan galangan kapal BUMN untuk dapat segera dilakukan pembentukan holding,” ungkap dia.

Hal tersebut bukan tanpa alasan mengingat bahwa galangan kapal BUMN perlu dengan segera melakukan konsolidasi sebagai ujung tombak utama pendukung terwujudnya Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.


Galangan Kapal

Selain itu, level BUMN holding galangan kapal perlu ditingkatkan yakni dengan mempersiapkan diri untuk megambil pangsa pasar produksi perkapalan dunia. Mengingat bahwa Korea Selatan saat ini sudah berada dalam kondisi yang cukup sulit karena posisi sebagai produsen perkapalan dunia terkena dampak turunnya harga komoditi.

Masih kata Ahlan, karakteristik model bisnis galangan kapal yang padat karya dan padat modal, ke depan diakibatkan bergesernya Korea Selatan menjadi negara maju, maka secara hipotesis negara-negara ASEAN dapat mengambil kesempatan tersebut.

“Salah satu negara yang cukup potensial adalah Indonesia mengingat penduduknya yang cukup besar. Data Iperindo, galangan kita sebanyak 250 yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun sayangnya data tersebut hanya mencatat galangan besar belum galangan kecil yang memproduksi kapal fiber dan kapal kayu,” bebernya.

Pengembangan Industri Perikanan

Sedangkan dari proyek kapal perikanan KKP klasifikasi yang dibutuhkan adalah galangan kapal fiber. Selain itu data tersebut belum di update kembali karena menurunnya komoditi banyak galangan kapal yang berhenti beroperasi.

“Positioning galangan kapal di Indonesia pun sudah harus segera dilakukan pemerataan dengan kalasifikasi yang cukup jelas dan rigit dengan latar belakang dan asas untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan. Jangan sampai ada galangan kapal yang mendominasi dalam mendapatkan pekerjaan karena tidak ada peraturan yang cukup ketat,” seloroh Ahlan.

Klasifikasi galangan besar, sedang dan kecil dapat mulai dijalankan untuk mendapatkan pemerataan tersebut. Hal itu tentunya mendorong perkembangan industri jasa maritim yang ada di dalam negeri untuk dapat mendukung visi pemerintah.

Selain itu industri komponen kapal perlu segera ditingkatkan agar ke depan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) dapat meningkat. Tentunya industri jasa maritim merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam pembangunan Poros Maritim Dunia.

Perikanan masih berperan strategis dari pada potensi sumberdaya alam kelautan yang ada di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan potensi perikanan Indonesia sangat besar. Dari catatan yang diperoleh potensi perikanan Indonesia sebesar 9,9 juta ton dan yang boleh dimanfaatkan sebesar 7,9 juta ton.


Proses penenggelaman kapal ikan illegal di perairan Maluku

Selain itu dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Presiden telah menunjukan keseriusannya dalam pembangunan industri perikanan nasional.

Namun sayangnya hal tersebut tidak didukung dengan implementasi taktis maupun teknis untuk dapat menjalankan instruksi presiden. Ketika KKP mendapatkan pujian dalam kontestasi IUU Fishing, sayangnya masih lemah dalam pemanfaatan potensi perikanan sebagai pemasukan bagi devisa Negara.

Masalah SDM Maritim

Berikutnya yang menjadi sorotan APMI adalah peran strategis SDM dalam mendukung pembangunan kemaritiman. Hal tersebut meliputi tenaga ahli dalam bidang industri jasa kemaritiman, pelayaran dan jasa kepelabuhanan.

Pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia akan sulit tercapai jika para operator lapangan yang menjadi bagian penting dalam pembangunan visi tersebut jauh dari kata sejahtera.

“Hal ini dapat terlihat dari berbagai elemen salah satunya adalah kondisi pelaut Indonesia yang masih jauh dari kata sejahtera. Padahal dalam mendapatkan pekerjaan sebagai pelaut memerlukan sertifikasi yang cukup ketat,” ungkap Ahlan lagi.

Sudah pasti fenomena itu akan berimbas terhadap kinerja dari para operator lapangan sebagai tulang punggung perusahaan. Dalam hal ini, pemerintah perlu memperhatikan hak-hak pelaut yang selama ini kurang diperhatikan.

Tata Ruang Kelautan

Pengelolaan tata ruang kelautan berhubungan dengan kondisi biota laut dan keberlangsungan makhluk hidup yang berada di laut. Selain itu, keberpihakan terhadap nelayan yang ada di sekitarnya, karena nelayan merupakan objek dari pada kebijakan yang dihasilkan.

“Jangan sampai kebijakan yang dikeluarkan berdampak buruk terhadap masyarakat nelayan yang berada di sekitarnya. Salah satu yang perlu disoroti adalah reklamasi yang mendapatkan berbagai kritik dari berbagai elemen baik para ahli maupun pemangku kebijakan.


Ilustrasi Foto: Konflik ruang laut bagi pemanfaatan berkelanjutan.

Meskipun dalam siaran yang disampaikan KIP (Komisi Informasi Publik), bahwa Kemenko Maritim menang. Namun, dampak dan akibat dari reklamasi masih menuai banyak kecaman dan protes karena berdampak terhadap perampasan tata ruang kelola laut yang ada.

“Padahal tata ruang laut merupakan salah satu parameter keberhasilan dari terwujudnya visi Indonesia poros maritim dunia,” ulasnya.

Secara umum masih banyak pekerjaan rumah pemerintah yang perlu segera dituntaskan untuk dapat menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Antara lain adalah reformasi birokrasi dalam struktur untuk mengeluarkan kebijakan kemaritiman.

Karena sampai saat ini jika kementerian yang mengusung visi besar maritim hanya sebagai kementerian koordinator yang tidak berhak untuk mengeluarkan kebijakan karena hanya memiliki fungsi koordinasi. Akibatnya seluruh kebijakan maritim tidak mampu dilaksanakan dengan taktis melainkan hanya sebagai pendorong.

Selain itu tata kelola keamanan maritim masih dalam kondisi yang memprihatinkan di tengah visi besar poros maritim dunia, pasalnya dalam dunia internasional hanya ada 2 kapal yang diakui dunia yakni Coast Guard dan kapal angkatan laut (navy).

“Sayangnya saat ini tata kelola keamanan laut masih dalam kondisi yang memprihatinkan dengan adanya lebih dari 14 instansi keamanan yang berada di laut,” ulas Ahlan.

Di akhir penjelasannya, pembangunan kemaritiman menuju Poros Martim Dunia harus mampu mengandung 3 aspek bottom line yakni people, profit, аnd planet.

Unsur tersebut antara lain meliputi kesejahteraan bagi orang-orang yang menjalankan dan terkena imbas dari sebuah kebijakannya, selanjutnya keuntugan yang berimbas kepada aspek pemasukan devisa Negara.

“Kemudian itu berimbas terhadap keberlangsungan makhluk hidup lainnya, termasuk di antaranya menjaga emisi yang dihasilkan dalam proses industri. Hal tersebut merupakan dasar pembentukan kebijakan secara umum pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” pungkasnya.




Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "KABINET KERJA , POROS MARITIM BELUM NAMPAK"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel