MASIH PERCAYA EKONOMI MEROKET DI ANGKA 7 PERSEN ?
MASIH PERCAYA EKONOMI MEROKET DI ANGKA 7 PERSEN ? - SAYA masih ingat betul, ketika ditahun 2014, Joko Widodo yang telah menjadi Presiden Republik Indonesia ke-7 menyatakan akan membuat ekonomi Indonesia tumbuh di angka 7 persen.
Untuk meyakinkan ingatan saya itu, kita bisa membaca berita VOA Indonesia pada tanggal 27 Oktober 2014 berjudul “Pemerintahan Jokowi Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen”. Bahkan, ada angka yang lebih berani lagi, pada 26 Januari 2015, CNN Indonesia menampilkan berita berjudul “Jokowi Janjikan Pertumbuhan Ekonomi 7,8 persen pada 2018”.
Barangkali, saya teramat skeptis membuka tulisan ini dengan kutipan kedua berita itu. Namun, itu semua saya serahkan sepenuhnya kepada pembaca. Toh, inti dari tulisan yang saya tuliskan ini ialah “sekadar” mengingatkan kepada kita semua, secara umum dan kepada pemerintah, secara khusus. Sebab, alangkah baiknya kita saling mengingatkan untuk tujuan dan maksud-maksud kebaikan. Maka tak lain, dan tak bukan, maksud saya sudah terbaca diawal tulisan ini, yaitu mengingatkan target ekonomi 7 persennya Jokowi.
Terhitung dari dinyatakannya target 7 persen itu hingga sampai saat ini, Jokowi telah berlangsung lebih dari 3 tahun. Nah, oleh sebab itu, tentu kita mesti menelisik data pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (yoy) selama 3 tahun itu.
Ditahun 2014, ekonomi tumbuh diangka 5,02 persen (melambat dari tahun 2013 sebesar 5,58 persen). Tentu ditahun ini dapat dimaklumi, mengingat masa pemerintahan Jokowi baru terhitung hari. Lalu, ditahun 2015 ekonomi Indonesia tercatat tumbuh sebesar 4,79 persen. Menurut Badan Pusat Statistik ini merupakan angka terendah selama 6 tahun terakhir, pertama kali ekonomi Indonesia berada dibawah 5 persen sejak tahun 2009, kala terjadi krisis keuangan global.
Kemudian ekonomi Indonesia kembali memanjat 5,02 persen ditahun berikutnya. Tahun 2016 ini merupakan tahun pertaruhan bagi Sri Mulyani, yang “ditarik” Jokowi dari jabatan Direktur Pelaksana Bank Dunia untuk menjadi Menteri Keuangan RI. Setidaknya, Sri Mulyani cukup berhasil menaikkan ekonomi di level 5,02 persen itu.
Dan saat ini, jelang akhir dari tahun 2017, ekonomi Indonesia telah dapat terbaca tak bakal tumbuh jauh beda dengan tahun-tahun sebelumnya. Padahal didalam APBN dicantumkan target pertumbuhan ekonomi tahun ini ialah 5,2 persen. Namun seketika target itu telah terpatahkan, dengan melirik pertumbuhan ekonomi secara kuartal ditahun ini. Kuartal I ekonomi berada dilevel 5,01 persen. Angka ini masih tidak berubah pada kuartal II. Selanjutnya menanjak sedikit ke level 5,06 pada kuartal III.
Maka, tak perlu muluk-muluk, pertumbuhan ekonomi 5,2 persen untuk tahun 2017 adalah muskil. Menko Perekonomian Darmin Nasution juga telah mengonfirmasi bahwa target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen tahun ini dinilai terlalu tinggi dan cenderung kurang realistis. Ia memperkirakan dengan skenario optimistis ini, ekonomi tahun ini hanya tumbuh 5,1 persen.
Meski sudah diturunkan menjadi 5,1 persen pun, para ekonom dan lembaga riset memprediksi ekonomi 2017 hanya tumbuh dikisaran 5,05-5,06 persen. Secara kalkulatif, untuk meraih 5,06 persen saja, ekonomi dikuartal IV harus tumbuh sekitar 5,2 persen. Bila pula hendak meraih 5,1 persen, maka kuartal IV setidaknya harus meraih angka 5,5 persen. Lantas, masih pantaskah bila diajukan pertanyaan, mungkinkah ini bisa tercapai? Saya kira jawabannya terletak di nalar kita masing-masing.
Sampai akhir tahun 2017 ini, kita belum menemukan angka 7 persen yang dijanjikan. Sementara tersisa 2 tahun lagi masa pemerintahan Jokowi. Ini artinya tersisa dua kesempatan lagi bagi Jokowi untuk mencatatkan ekonomi diangka 7 persen, yakni ditahun 2018 atau ditahun 2019.
Untuk tahun 2018, yang kini sudah terasa aromanya, nampaknya tidak mungkin bagi Jokowi untuk menunaikan janji 7 persennya. APBN 2018 telah tersusun dan disepakati. Telah tercantum target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018 ialah 5,4 persen. Bahkan untuk angka 5,4 persen ini saja kita masih khawatir bisa tercapai. Ini mengartikan bahwa stagnasi perekonomian nasional masih terus berlanjut.
Apalagi, sisa dua tahun Jokowi ini dicatat sebagai tahun-tahun politik. Tahun 2018 akan berlangsung Pilkada Serentak dan di 2019 berlangsung Pemilihan Presiden. Tentu ini merupakan tantangan berat mempertahankan iklim ekonomi yang baik ditengah panasnya suhu politik. Jokowi telah mewanti-wanti agar kalangan pelaku usaha dan investor tetap optimis melihat perekonomian.
Beberapa alasan untuk optimisme itu terbaca dari peraihan investment grade berlabel BBB-/stable outlook dari Standard аnd Poor’s (S&P). Peringkat kemudahan melakukan bisnis atau Easy оf Dоіng Bussiness (EoDB) Indonesia juga menaik menjadi peringkat 72 (sebelumnya peringkat 91). Selain itu, Global Competitiveness Index (GCI) 2017-2018 yang dirilis WEF menempatkan Indonesia pada peringkat 36 (sebelumnya peringkat 41) dari 137 negara. Dari aspek global, perekonomian dunia diperkirakan terus mengalami keberlanjutan pemulihan. Setidaknya ditahun ini, ekonomi global dan perdagangan dunia diprediksi tumbuh masing-masing 3,6 persen dan 2,9 persen.
Dari beberapa alasan optimis itu, untuk angka 5,4 persen 2018 nampaknya masih terlalu muluk dicapai. Sekalipun ajang Asian Games 2018 yang berlangsung diharap menjadi pengungkit ekonomi. Tidak kecil kemungkinan, bahwa target 5,4 persen pun, lagi-lagi, akan meleset. Sementara, kembali kita mengingat, bahwa angka 7 persen yang dijanjikan tak jua timbul.
0 Response to "MASIH PERCAYA EKONOMI MEROKET DI ANGKA 7 PERSEN ?"
Post a Comment