MUDIK, MACET DAN PANTURA
Mudik, Macet dan pembuat jalan pantira mr daendels - Macet mudik yang mengular di Lebaran tahun disebut sebagai jenis macet yang belum pernah terjadi. Suara Merdeka menyebut dalam headline-nya sebagai mudik terburuk. Penyebab kemacetan ini konon sudah ketemu, yakni kesalahan masa lalu.
Begitu “masa lalu” itu disebut, bayangan saya segera melayang ke masa-masa yang telah berlalu. Ke sekadar masa presiden yang telah lalu? Rasanya terlalu dekat karena presiden yang lalu hanyalah pewaris kekuasaan presiden yang juga telah lalu.
Presiden yang telah lalu juga adalah pewaris presiden yang telah lalu. Maka jika kesalahan masa lalu itu menjadi titik tolaknya, sama sekali tak ada kesalahan karena yang era kini hanyalah imbas masa lalu.
MUDIK, MACET DAN PANTURA
Maka untuk membatasi konteks agar mudah berdiskusi, masa lalu itu saya batasi saja di era 1808 agar segera ada yang bisa dipersalahkan dan jelas siapa yang bertanggungjawab pada kemacetan mudik yang sekarang.
Tahun itu menarik perhatian saya karena Herman Willem Daendels mulai membangun sebuah monumen yang sampai hari ini bukan cuma kita kenang tetapi juga kita nikmati yakni jalan raya Anyer Panarukan 1000 km yang legendaris itu.
Itulah jalan besar pertama yang menghubungkan tanah Jawa. Jalan yang dibangun di atas keringat dan nyawa para martir korban kerja paksa. Mestinya ada festival tahunan untuk menggelar doa bersama secara besar-besaran kepada para syuhada.
Tak lama Daendels berkuasa, hanya sekitar 3 tahun, ia mengakhiri eranya 14 tahun sebelum meletus Perang Diponegoro sebuah perang yang karena skalanya sampai disebut Perang Jawa. Tetapi di era yang singkat itu ia telah meninggalkan sebuah warisan
paradoks yang luar biasa. Kerja paksa itu tentu adalah program terkutuk. Tetapi jalan warisannya itu adalah urat nadi transportasi Jawa hingga kini. Ada juga kabar bahwa sebenarnya Daendels membayar upah para pekerja. Konon ditemukan bukti pembayaran dari Daendels ke para bupati saat itu. Yang tak ditemukan adalah bukti pembayaran dari bupati ke para pekerja.
Tetapi apapun kontroversi Daendels, ia tetaplah pijak yang saya persalahkan menyangkut kemacetan pemudik tahun ini. Karena ia tak mempersiapkan visinya sampai dua abad ke depan saat ledakan pemudik sudah seperti ini.
Daendels mestinya sudah sejak dulu menyiapkan jalan tol karena lahan masih murah. Jadi penumpukan di exit Brebes itu murni kegagalan Daendels yang mengabaikan kultur dan ritus manusia Indonesia.
0 Response to "MUDIK, MACET DAN PANTURA"
Post a Comment